Menolak Feodalisme, Merawat Kejujuran

Selasa, 22 April 2025 - 08:55 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menolak Feodalisme, Merawat Kejujuran. (Foto: Lombokini.com/Ilustrasi).

Menolak Feodalisme, Merawat Kejujuran. (Foto: Lombokini.com/Ilustrasi).

Oleh: Ariady Achmad

Kita tidak boleh menganggap feodalisme sekadar peninggalan sejarah. Ia masih hidup dalam cara kita berpikir, berbicara, dan bertindak. Sistem sosial-politik modern menyamarkannya dalam bentuk yang lebih halus namun tetap menekan: relasi kuasa yang kaku, budaya sungkan yang membungkam kritik, dan bahasa eufemistik yang mengaburkan kenyataan.

Birokrasi dan kehidupan politik kita terus mengulangi pola ini. Mereka memandang kritik sebagai ancaman. Mereka menganggap ketundukan sebagai kesetiaan. Mereka menjadikan sopan santun tameng untuk menghindar dari tanggung jawab. Bahkan, mereka sering menyebut korupsi sekadar “kelalaian administratif”.

Di ruang publik, kita masih mendengar pejabat lebih memilih istilah “kurang optimal” daripada mengakui kegagalan. Mereka menyebut penyimpangan sebagai “kesalahan prosedur”. Padahal, kita membutuhkan keterusterangan—keberanian menyebut salah sebagai salah.

Baca Juga :  Bupati Lotim Tak Bisa Asal Mutasi Pejabat Eselon II, Ini Kendala Regulasinya

Feodalisme semacam ini tidak hanya melanggengkan ketimpangan, tetapi juga melumpuhkan keberanian. Ia membuat pejabat merasa kebal terhadap kritik dan membuat rakyat ragu bersuara. Lama-kelamaan, ini menciptakan lingkungan yang permisif terhadap korupsi dan manipulasi kekuasaan.

Kini saatnya kita menegaskan arah baru: membangun kehidupan bernegara yang berpijak pada kesetaraan, transparansi, dan integritas.

Bangsa yang sehat tidak lahir dari kepatuhan membuta, melainkan dari partisipasi aktif seluruh warganya. Demokrasi sejati menempatkan semua orang setara di hadapan hukum dan dalam ruang publik. Negara hukum tidak mengenal kasta. Jabatan bukan kehormatan untuk disembah, melainkan amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks ini, kejujuran harus menjadi nilai utama. Ia bukan sekadar sikap pribadi, melainkan fondasi tata kelola negara. Tanpa kejujuran, hukum berubah menjadi alat kekuasaan. Tanpa kejujuran, transparansi kehilangan makna. Tanpa kejujuran, pengawasan tidak akan pernah efektif.

Baca Juga :  Teori Melankolia Musik Sasak: Suara dari Luka Kultural

Kita membutuhkan pemimpin yang bersedia menerima kritik dan rakyat yang berani mengoreksi. Kritik bukan penghinaan, melainkan bentuk cinta pada negara. Keterusterangan bukan pemberontakan, melainkan sumbangsih untuk perbaikan.

Menolak feodalisme berarti menolak kepalsuan. Kita harus berhenti menutupi kebenaran demi gengsi atau hierarki. Kita harus mengembalikan ruang publik sebagai tempat kejujuran dan akal sehat. Kita harus menciptakan iklim di mana keberanian bersuara lebih dihargai daripada kesediaan menjilat.

Perubahan tidak akan datang hanya dari reformasi kebijakan. Ia harus tumbuh dari keberanian moral dan kesadaran bersama bahwa negara ini milik semua, bukan hanya milik penguasa. Dan semua itu bermula dari satu sikap paling mendasar: kejujuran.

Penulis : Ariady Achmad

Berita Terkait

Deep Learning Perlu untuk Semua Jenjang Pendidikan
Pekan Teater Pelajar NTB: Karena Sasentra Ialah Api Yang Tak Pernah Padam
Belajar Cinta dan Kepercayaan dari Mangrove
Begitu Pentingnya Lombok Bagi Bali: Kuasa Mitos Kupu-kupu Kuning yang Terus Diproduksi
Gubernur Iqbal Memerlukan Humor Komedian
Sasak Kini Tidak Asli: Dekonstruksi Klaim Keaslian Elit
Elitisasi Sejarah Sasak: Bercermin pada Teater Cupak Gerantang
Teori Melankolia Musik Sasak: Suara dari Luka Kultural

Berita Terkait

Kamis, 22 Mei 2025 - 20:30 WITA

Sekjen Kemendagri Perintahkan Pemda Siapkan Lahan untuk Program MBG

Jumat, 16 Mei 2025 - 21:04 WITA

Kemenpar Segera Terbitkan Regulasi Baru untuk Wisata Edukasi

Kamis, 15 Mei 2025 - 18:11 WITA

Australia Dukung Penuh Indonesia Masuk OECD dan CPTPP, Albanese: Peran Sentral di Indo-Pasifik

Kamis, 15 Mei 2025 - 16:55 WITA

Dewan Pers Ungkap 87 Persen Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Seksual Digital

Kamis, 15 Mei 2025 - 15:38 WITA

Prabowo Apresiasi Kebijakan Visa 5 Tahun dan Kerja Sama Pendidikan dengan Australia

Kamis, 15 Mei 2025 - 14:24 WITA

Komaruddin Hidayat Terpilih sebagai Ketua Dewan Pers 2025-2028, Hadapi Tantangan Disrupsi Digital 

Jumat, 9 Mei 2025 - 14:06 WITA

Kopdes Merah Putih Menjadi Distributor LPG, Pupuk, dan Sembako

Kamis, 8 Mei 2025 - 17:11 WITA

Di Usia ke-79, BIN Didorong Perkuat Intelijen Digital dan Analisis Prediktif

Berita Terbaru

Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, M. Si . (Foto: Lombokini.com/Istimewa).

Opini

Deep Learning Perlu untuk Semua Jenjang Pendidikan

Jumat, 23 Mei 2025 - 15:15 WITA