LOMBOKINI.com – Hujan deras melanda Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Ahad 6 Juli 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan Mataram mengalami curah hujan ekstrem. Sebanyak 4,2 miliar liter air menggenangi wilayah tersebut dalam waktu kurang dari enam jam.
Kepala Stasiun Klimatologi NTB, Nuga Putrantiji, mengutip data dari Agroclimate/Automatic Weather Station (AAWS/AWS) dan Automatic Rain Gauge (ARG).
Data menunjukkan curah hujan di AWS Sigerongan mencapai 111,4 milimeter. AAWS Stasiun Klimatologi NTB mencatat 74,0 milimeter, sedangkan ARG Mataram menunjukkan 71,4 milimeter. Volume ini menggolongkan kejadian sebagai hujan lebat (skala harian) dan ekstrem (skala jam).
Banjir merendam tiga kecamatan: Sandubaya, Mataram, dan Cakranegara. Enam desa/kelurahan juga terdampak, yaitu Swete, Bertais, Kekalik Gerisak, Pagutan Permai, Majeluk, dan Gomong.
Pantauan media menunjukkan banjir juga meluas hingga Kecamatan Ampenan dan Sekarbela. Pihak berwenang belum merilis laporan resmi jumlah korban dan kerusakan fisik.
Menyikapi situasi ini, Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) NTB bersama Lombok Research Center (LRC) segera berkoordinasi. Keduanya memprioritaskan pendataan korban, terutama kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, ibu hamil, perempuan, dan penyandang disabilitas.

Ketua harian LKKS NTB, Haji Andi, menyatakan banjir ini menimbulkan trauma mendalam bagi kelompok rentan.
“Kami, LKKS NTB dan LRC bersama mitra pembangunan di bidang sosial, langsung menyusun strategi penanganan pasca banjir bagi korban masyarakat rentan,” ujar Haji Andi di Kantornya, Senin 7 Juli 2025.
Ia menambahkan, LKKS langsung berkoordinasi dengan mitra pembangunan lain, di mana LRC merespons paling cepat. Kedua lembaga ini langsung merancang rencana penanganan korban lansia, anak-anak, dan disabilitas pascabanjir.
Peneliti LRC, Harianto, menekankan setiap bencana pasti menimbulkan kerugian materiil dan nonmateriil.
“Lansia, anak-anak, perempuan, dan Disabilitas selalu menjadi korban yang memerlukan penanganan khusus. Pengetahuan dan kapasitas mereka membuat mereka terkena dampak lebih berat dan beragam,” jelas Harianto.
Ia menyatakan kelompok rentan sering menjadi korban ganda dalam bencana. Karena itu, LRC dan LKKS menyusun strategi penanganan yang holistik dan berkelanjutan.
Semua pihak berharap banjir kali ini tidak menelan banyak korban jiwa. Kerja sama cepat dan tepat antar mitra diharapkan meringankan penanganan korban dan memperluas dampak positifnya. ***
Penulis : Najamudin Anaji







