LOMBOKINI.com – Krisis air bersih terus meluas di wilayah Lombok Timur, terutama bagian Selatan. Buntut dari itu ratusan massa dari berbagai elemen turun melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bupati, DPRD dan BPN/ATR Lombok Timur, pada Rabu 31 Juli 2024.
Mereka mengeluhkan kondisi air bersih di wilayah Lombok Timur bagian selatan dan berharap sumber mata air di Ambung Desa Rempung, Kecamatan Peringgasela bisa disuplai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Potensi mata air Ambung yang diharapakan masyarakat, namun hingga saat ini belum ada kepastian untuk bisa disuplai ke wilayah selatan. Kami minta pemerintah segera atensi”, kata perwakilan masyarakat Selatan, Hasanudin Al Abd Mukib yang juga korlap aksi .
Koordinator aksi, M Zaini meminta kepedulian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur terkait sulitnya mendapatkan air bersih. Masyarakat terpaksa membeli air untuk kebutuhan sehari hari.
“Kondisi asyarakat di selatan memprihatinkan, sudah sangat tidak mampu, harga air ini tembus di harga Rp 350 ribu per tangki,” kata Zaini dalam orasinya.
Oleh karena itu Zaini mendesak pemerintah, khususnya Lombok Timur segera mengambil sikap atas kekeringan yang dialami oleh masyarakat bagian selatan.
“Kondisi ekonomi masyarakat sangat memprihatinkan. Apalagi jika akan terus membeli air”, katanya.
Pihaknya menuding pemerintah gagal menyediakan sumber mata air yang memadai untuk mencukupi kebutuhan masyarakat akan air bersih di wilayah Lombok Timur bagian selatan.
Hal ini terlihat dari belum realisasinya pembebasan lahan sumber mata air di Ambung untuk menyuplai kebutuhan air bersih kebutuhan masyarakat.
Dia juga mempertanyakan sikap Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) Lombok Timur yang tidak kunjung menerbitkan sertifikat kepemilikan lahan yang ada di lokasi mata air tersebut. Padahal, pengajuan serifikat kepemilikan atas hak lahan itu sudah lama dilakukan.
“Jika sampai tanggal 17 nanti tidak ada kejelasan, akan lebih banyak lagi massa yang hadir,” ancamnya.
Pihaknya meminta agar persoalan ini dapat segera diselesaikan. Jika pemerintah terus mengabaikan atau tidak mau, maka pihaknya akan mengambil sikap untuk melakukan aksi lanjutan.
“Kalau tidak ada kejelasan seperti ini, silakan kita demo lagi yang lebih besar,” sambung massa aksi, Asmadi yang juga pemilik lahan mata air Ambung.
Asmadi menyebutkan memiliki bukti yang cukup kuat untuk bisa diterbitkannya serifikat hak milik, namun demikian sikap BPN/ATR dinilai mempermaikan masyarakat karena tidak kunjung mengeluarkan sertifikat yang pernah diajukan.
“Jangan permainkan kami sebagai masyarakat, besar kemungkinan ini ada kong kali kong antara Pemkab Lombok Timur dengan oknum BPN/ATR”, tuding Asmadi.
Kepala BPN/ATR Lombok Timur Komang Suarta menjelaskan pihaknya tidak dapat menerbitkan sertifikat dengan alasan bahawa lahan tersebut masih bersengketa.
Pemilik lahan masih bersengketa dengan pemerintah, karena lahan tersebut tercatat sebagai asset pemerintah dareah yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Lombok Timur.
“Sudah kami lakukan mediasi pemilik lahan dengan pemda tetapi masih belum ada titik temu, sehingga sertifikat tidak berani kami terbitkan,” kata Komang Suarta.
Komang Suarta mengatakan BPN/ATR selalu siap menerbitkan sertifikat tanah jika tidak ada persoalan atau tidak bersengketa. Hal ini juga kata dia, dilakukan terhadap tanah Asmadi yang lain, namun terkait lahan yang berada di lokasi mata air belum bisa diterbitkan karena masih ada persoalan.
“Untuk pengajuan lahan yang lain kita akan terbitkan,” katanya.
Pj Sekda Lombok Timur H. Hasni yang menemui massa aksi mejelaskan jika persoalan mata air Ambung sejak lama mencuat. Di mana pihak ahliwaris sempat menggugat Pemkab Lombok Timur sebanyak tiga kali namun selalu ditolak oleh pengadilan.
Pihaknya menegaskan tidak bisa melakukan pembayaran karena belum adanya putusan pengadilan yang menjadi dasar untuk mengalokasikan anggaran.
“Kami mau membayar, tetapi karena belum adanya inkrah putusan pengadilan kami tidak berani bayar,” kata Hasni.
Dikatakan juga Hadni, masalah ini sempat diatensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahkan KPK memerintahkan untuk membayar lahan tersebut.
Namun belakangan setelah mengetahui adanya gugatan sehingga putusan terakhir menyarankan untuk menunggu putusan pengadilan.
Namun demikian, Pemkab menyepakati untuk melakukan rapat koordinasi dengan seluruh perangkat forum komunikasi pimpinan daerah, seperti kejaksaan, kepolisian, pengadilan, dan pihak lain untuk mengatensi dan mencari solusi.
“Kami akan memfasilitasi koordinasi nanti, semoga ini bisa klier and klien nantinya”, kata Pj Sekda Hasni.***