Retaknya Ruang Kelas: Potret Buram Pendidikan Kita di NTB

Jumat, 26 September 2025 - 15:52 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SD-SMP Satu Atap Montong Gading, Lombok Timur. (Foto: Lombokini.com).

SD-SMP Satu Atap Montong Gading, Lombok Timur. (Foto: Lombokini.com).

Oleh: Hari Bahagia

Di Montong Gading, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), ruang belajar bukan hanya tempat menampung anak-anak menunggu dering bel. Ia adalah saksi bagaimana atap yang bocor, plafon yang lapuk, dan tembok retak berubah menjadi simbol kerapuhan sistem yang seharusnya menopang masa depan. Sekolah, yang mestinya menjadi rumah harapan, justru menampakkan wajah luka yang menganga.

“Sudah bertahun-tahun kondisinya begini. Kemarin ada yang ambruk lagi, tinggal tunggu roboh semua,” kata Zanwadi, penjaga sekolah yang juga membuka warung kecil di belakang SD-SMP Satu Atap Montong Gading, Rabu, 24 September 2025. Suaranya pelan, seperti ikut patah bersama tembok yang retak.

Sekolah satu atap itu menampung sekitar 180 siswa. Sebagian besar ruang kelas kosong, tak lagi aman ditempati. Anak-anak bergiliran belajar di ruang darurat dengan dinding seadanya, papan tulis yang berdebu, dan meja kursi yang disusun sempit.

Hujan deras dan angin kencang sejak Agustus 2022 membuat bangunan kian rapuh. Saban pagi, anak-anak datang dengan seragam lusuh, menyongsong hari dengan keberanian yang barangkali tak dimiliki orang dewasa: belajar di tengah risiko atap roboh.

Luka yang Bukan Tunggal

Montong Gading hanyalah satu titik di peta panjang persoalan. Di Lombok Timur, kerusakan sekolah bukan kisah tunggal. Data Dinas Pendidikan NTB periode 2022/2023 mencatat 607 ruang kelas rusak berat, 1.040 rusak sedang, dan 1.721 rusak ringan. Selain itu, 135 gedung sekolah mengalami kerusakan parah secara fisik.

Pemerintah kabupaten mencoba merespons. APBD 2025 mengalokasikan Rp 16 miliar untuk merehabilitasi 60 sekolah rusak berat. Namun, masih ada hampir 150 sekolah dengan kondisi kritis. Jurang kebutuhan nyata dan intervensi pemerintah menganga lebar.

Di balik angka-angka itu tersimpan cerita yang lebih getir. Lombok Timur memiliki sekitar 1,46 juta penduduk (2024). Dari jumlah itu, hanya 4,66 persen yang menamatkan pendidikan tinggi. Artinya, 95 persen belum mencapai jenjang D1 ke atas. Lulusan SMA memang mencapai 192.150 orang, tetapi kualitas pendidikan mereka terkendala sarana yang ringkih.

Baca Juga :  Rumah Warga di Pringgabaya Ludes Terbakar, Penghuni Sakit Berhasil Diselamatkan

Sekitar 1.080 siswa berkebutuhan khusus juga masuk dalam sistem pendidikan di kabupaten ini. Mereka menuntut perhatian lebih, tetapi justru terjebak dalam infrastruktur yang paling rapuh. Angka-angka ini tak sekadar statistik; ia adalah potret ketimpangan yang nyata.

Retakan yang Menjadi Cermin

Di Montong Gading, retakan tembok adalah retakan harapan. Anak-anak tetap datang ke sekolah, berjalan kaki atau menumpang kendaraan, menembus hujan dan jalan rusak. Mereka belajar bergantian di ruang darurat. Bagi mereka, ruang kelas bukan sekadar bangunan, melainkan jendela menuju masa depan.

Gede Permana, seorang pengunjung yang beberapa kali menyambangi sekolah itu, menyaksikan perubahan lambat yang justru menuju keruntuhan. Apa yang dulu sekadar rusak ringan, kini kian parah. Angin, hujan, kayu lapuk, plafon rapuh—semua bersatu menjadi ancaman senyap.

Kelas yang kosong sejak Agustus 2022 adalah tanda betapa lama masalah dibiarkan. Dinding yang bergetar diterpa angin kini menjadi metafora: sistem pendidikan kita bergoyang, menunggu roboh jika tak segera diperbaiki.

Anggaran dan Prioritas yang Hilang

APBD Lombok Timur 2025 sudah menyiapkan Rp 16 miliar. Namun, bila dibandingkan dengan jumlah sekolah kritis, anggaran itu hanya cukup menambal luka kecil. Ada sekitar 90 sekolah rusak berat lain yang terpaksa menunggu giliran entah sampai kapan.

Masalahnya bukan hanya keterbatasan dana, melainkan arah prioritas. Catatan APBD 2023 menunjukkan, anggaran pendidikan pernah dipotong Rp 110 miliar dari pos sarana prasarana tanpa penjelasan yang memadai. Padahal, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra NTB) menilai ada potensi efisiensi Rp 168,17 miliar dari belanja rutin yang bisa dialihkan ke infrastruktur pendidikan.

Di sinilah retakan yang lebih dalam: bukan pada dinding sekolah, melainkan pada tata kelola. Ketika belanja rutin yang gemuk lebih diutamakan daripada kelas yang hampir roboh, anak-anak kembali menjadi korban.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Kerusakan ruang kelas seharusnya tidak hanya dipandang sebagai perkara teknis bangunan. Ia adalah soal keberpihakan. Ada beberapa langkah yang mendesak:

Baca Juga :  Pemkab Lombok Timur dan DJP Nusa Tenggara Perkuat Penerimaan Pajak

Pertama, pemetaan prioritas sekolah kritis secara akurat agar alokasi APBD tepat sasaran. Montong Gading dan sekolah lain yang serupa harus masuk daftar utama, bukan sekadar catatan pinggir.

Kedua, menambah alokasi anggaran, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Rehabilitasi sekolah tidak bisa setengah hati: mulai dari atap, plafon, hingga sanitasi yang layak.

Ketiga, transparansi penggunaan dana. Tanpa keterbukaan, rehabilitasi hanya akan jadi proyek formalitas yang tak menyentuh ruang darurat anak-anak.

Keempat, program darurat harus hadir agar tak ada lagi murid yang belajar di bawah ancaman plafon jatuh. Keselamatan tidak boleh menunggu lelang proyek.

Kelima, masyarakat perlu diberi ruang lebih besar sebagai pengawas dan advokat. Orang tua adalah saksi langsung retakan itu. Suara mereka harus terdengar dalam proses perencanaan dan pengawasan.

Lebih dari Statistik

Anak-anak Montong Gading datang ke sekolah bukan karena ruangnya indah, melainkan karena mimpi mereka lebih kuat daripada tembok retak. Mereka tahu kelas mereka berbeda, tetapi tetap memilih hadir.

Dinding yang retak bisa diperbaiki. Kayu lapuk bisa diganti. Atap bocor bisa ditutup. Tetapi jika perhatian pemerintah datang terlambat, yang hilang bukan sekadar bangunan, melainkan generasi yang sempat kehilangan ruang belajar.

Pendidikan adalah hak, bukan hibah belas kasihan. Ruang kelas yang layak bukan soal estetika, melainkan soal keselamatan dan keadilan. Negara hadir atau absen dapat dirasakan dari kokohnya tembok tempat anak-anak belajar.

Montong Gading hanyalah mikro-kosmos. Dari sana, kita belajar bahwa ketertinggalan sering kali bukan karena kurangnya semangat belajar, melainkan karena sistem yang dibiarkan lapuk.

Jika tata kelola anggaran berani bergeser ke prioritas nyata, jika partisipasi warga sungguh didengar, barangkali suara tawa anak-anak di ruang darurat itu akan bergema lebih lantang tanpa lagi bercampur bunyi plafon yang nyaris roboh.***

 

Penulis adalah Etnografer di kolektif Nusa Artivisme.

Penulis : Hari Bahagia

Berita Terkait

Wagub NTB Ajak Generasi Muda Teladani Perjuangan TGKH. Zainuddin Abdul Madjid
Wakil Bupati Apresiasi Inisiatif Pembangunan Lapangan dan Pasar di Sakra Selatan
Keluarga Identifikasi Jasad Santri Riadi, Pemancing Lombok Tengah yang Terseret Ombak
Damkarmat Lotim Bentuk Relawan Pemadam di Tiap Desa Atasi Keterbatasan Armada
Wabup Edwin Dorong Selaparang Finansial Terapkan Keuangan Berkelanjutan
Berkubang dalam Keterisolasian, Warga Seriwe Menantang Arus Deras untuk Sekolah dan Antar Jenazah
Pemancing Lombok Tengah Terseret Ombak ke Laut Lepas
Satpol PP Lombok Timur Tertibkan PKL dan Parkir di Ruang Terbuka Publik

Berita Terkait

Senin, 10 November 2025 - 13:17 WITA

Wagub NTB Ajak Generasi Muda Teladani Perjuangan TGKH. Zainuddin Abdul Madjid

Sabtu, 8 November 2025 - 22:02 WITA

Wakil Bupati Apresiasi Inisiatif Pembangunan Lapangan dan Pasar di Sakra Selatan

Jumat, 7 November 2025 - 08:40 WITA

Damkarmat Lotim Bentuk Relawan Pemadam di Tiap Desa Atasi Keterbatasan Armada

Kamis, 6 November 2025 - 16:58 WITA

Seorang ASN Ditemukan Meninggal di Hotel Mataram, Polisi Selidiki Penyebab Kematian

Rabu, 5 November 2025 - 15:26 WITA

Wabup Edwin Dorong Selaparang Finansial Terapkan Keuangan Berkelanjutan

Selasa, 4 November 2025 - 23:45 WITA

Berkubang dalam Keterisolasian, Warga Seriwe Menantang Arus Deras untuk Sekolah dan Antar Jenazah

Selasa, 4 November 2025 - 23:04 WITA

Pemancing Lombok Tengah Terseret Ombak ke Laut Lepas

Selasa, 4 November 2025 - 16:04 WITA

Satpol PP Lombok Timur Tertibkan PKL dan Parkir di Ruang Terbuka Publik

Berita Terbaru

Selamat Hari Pahlawan 2025. Pahlawanku Teladanku. 
Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan!. (Foto: Lombokini.com/Humas DPRD Lombok Timur).

Advertorial

Selamat Hari Pahlawan Nasional 2025

Minggu, 9 Nov 2025 - 21:03 WITA

Taman Budaya NTB yang Malang dan Terbelakang. (Foto: Lombokini.com/Dok. Pribadi).

Opini

Taman Budaya NTB yang Malang dan Terbelakang

Sabtu, 8 Nov 2025 - 18:18 WITA