Kritik Terhadap Penggunaan UU Tipikor dalam Kasus Mantan Sekda NTB

Rabu, 19 Februari 2025 - 23:30 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mantan Sekretaris Daerah Provinsi NTB, H. Rosiady Husaenie Sayuti. (Foto: Lombokini.com/Dok. Pribadi).

Mantan Sekretaris Daerah Provinsi NTB, H. Rosiady Husaenie Sayuti. (Foto: Lombokini.com/Dok. Pribadi).

LOMBOKINI.com – Ketua DPP Himmah NWDI, Ilham, mendesak agar kasus yang melibatkan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Rosiady Husaenie Sayuti, ditangani melalui jalur perdata.

Ilham menilai penggunaan UU Tipikor dalam perkara ini tidak tepat karena inti permasalahan adalah sengketa kontrak, bukan tindakan korupsi yang melibatkan niat jahat atau penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi.

“Jika setiap permasalahan kontrak dalam proyek pemerintah selalu diarahkan ke ranah pidana, maka akan timbul ketakutan bagi pejabat dan pelaku usaha dalam menjalankan proyek pembangunan. Penyelesaian perdata lebih adil karena berfokus pada ganti rugi dan pemulihan hak, bukan penghukuman,” ujar Ilham melalui keterangan tertulis yang diterima Lombokini.com, Rabu 19 Januari 2025.

Lebih lanjut, Ilham merujuk pada asas pacta sunt servanda dalam hukum perdata yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan.

Dalam konteks ini, menurtnya apabila terdapat pelanggaran terhadap isi perjanjian, maka mekanisme hukum yang seharusnya ditempuh adalah penyelesaian melalui wanprestasi dan bukan kriminalisasi.

Selain itu, dia juga menyoroti konsep lex specialis derogat legi generali, di mana hukum perdata sebagai hukum yang lebih spesifik dalam penyelesaian kontrak seharusnya lebih diutamakan dibandingkan dengan hukum pidana yang bersifat umum.

Baca Juga :  Gubernur NTB Perintahkan Evakuasi Darurat Wisatawan Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani

Kasus hukum yang menjerat mantan Sekda NTB, Rosiady Husaenie Sayuti dalam proyek pembangunan NTB Convension Center (NCC) terus menuai polemik.

Sejumlah pakar hukum menyatakan bahwa perkara ini lebih tepat diselesaikan melalui jalur perdata dibandingkan dengan pendekatan pidana tindak pidana korupsi (Tipikor).

Dr. Ainuddin, SH, MH, Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar (Unizar), menegaskan bahwa kasus ini seharusnya dipandang sebagai sengketa kontraktual.

Menurutnya, prinsip hukum yang dikenal sebagai teori melebur menunjukkan bahwa keputusan administratif yang berkaitan dengan kontrak seharusnya tetap dalam lingkup hukum perdata.

“Jika sengketa ini berkaitan dengan perjanjian dan pelaksanaannya, maka penyelesaiannya harus dilakukan melalui mekanisme wanprestasi dalam hukum perdata, bukan melalui kriminalisasi dengan menggunakan UU Tipikor,” tegas Dr. Ainuddin.

Dijelaskan Aminuddin, dalam kasus NCC, proyek pembangunan mengalami kendala yang mengarah pada perselisihan antara pemerintah dan pihak swasta, yakni PT Lombok Plaza.

Baca Juga :  Wali Band Guncang Panggung Festival Muharram, Pukau Ribuan Warga Lombok Timur

Dikatakan bahwa objek utama dalam perkara ini adalah kegagalan realisasi pembangunan serta pengalihan hak atas lahan yang berujung pada persoalan wanprestasi.

“Jika terdapat kerugian negara, maka mekanisme hukum yang paling tepat adalah melalui gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi, bukan melalui kriminalisasi terhadap pejabat yang menjalankan kewenangan administratifnya”, jelas Ainuddin..

Pengamat hukum lainnya, Prof. Rahman Hidayat, juga menyoroti pentingnya pemisahan antara ranah perdata dan pidana dalam menegakkan hukum.

“Kriminalisasi atas sengketa perdata dapat menciptakan preseden buruk bagi dunia usaha dan pemerintahan. Jika setiap kegagalan proyek dikategorikan sebagai korupsi, maka akan banyak pejabat yang takut mengambil keputusan, dan ini bisa berdampak pada stagnasi pembangunan,” jelasnya.

Karena itu, tambah Prof. Rahman, sejumlah pihak mendesak aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam menangani perkara ini. Mereka menilai bahwa pemaksaan pendekatan Tipikor dalam kasus NCC dapat mencederai asas keadilan hukum.

“Langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah membawa kasus ini ke ranah perdata untuk diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku dalam penyelesaian sengketa kontrak”, jelasnya.***

Berita Terkait

CV Beni Utama Laporkan Dinkes Lotim ke Kejari Tuntut Rp 221 Juta
Pemprov NTB Bantah Pembiaran Kasus Dua ASN Ditahan
Tokoh Masyarakat Desak APH Tindak Tegas Akun Penghina Bupati Lombok Timur
Akun Facebook Ketua DPRD Lombok Timur Diretas, Masyarakat Diminta Waspada
Kejari Lombok Timur Tetapkan 4 Tersangka Korupsi Proyek Sumur Bor, Rugikan Negara Rp 1,051 Miliar
Maidy Desak APH Tindak Tegas Dalang Pembakaran Alat Berat di Kalijaga Timur
Limbah Tambang Cemari Sungai, Warga Bakar Alat Berat Galian C
Polda NTB Pecat Dua Anggotanya Terkait Kasus Kematian Brigadir MN

Berita Terkait

Sabtu, 19 Juli 2025 - 15:28 WITA

Efektivitas Kebijakan Mitigasi Banjir Kota Mataram Dipertanyakan

Kamis, 17 Juli 2025 - 22:30 WITA

Gubernur NTB dan Bupati Lombok Timur Serukan Pelestarian Tradisi Ngayu Ayu di Sembalun

Kamis, 17 Juli 2025 - 20:30 WITA

Pemda Lotim Perketat Aturan Pendakian Rinjani Demi Keselamatan

Kamis, 17 Juli 2025 - 19:39 WITA

Kenapa Pendaki Rinjani Wajib Menginap di Sembalun? Ini Kata Bupati Lombok Timur

Kamis, 17 Juli 2025 - 18:38 WITA

Pemda Lombok Timur Wajibkan Pendaki Rinjani Menginap di Sembalun

Senin, 14 Juli 2025 - 23:28 WITA

Bupati Lotim Sebut Magang Jepang Solusi Kurangi Pengangguran

Senin, 14 Juli 2025 - 19:34 WITA

Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Koperasi Kelola Tambang Rakyat di NTB

Senin, 14 Juli 2025 - 18:08 WITA

Pemprov NTB Bantah Pembiaran Kasus Dua ASN Ditahan

Berita Terbaru