LOMBOKINI.com – Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur, Muksin dengan tegas mengatakan pajak MBLB dibebankan ke pemilik Galian C. Hal tersebut disampaikan depan para pendemo saat melakukan aksi di Pos perbatasan Jenggik Kecamatan Terara, Rabu 8 Mei 2024.
Massa aksi dari unsur Sopir Dam Truk dan LSM Gempar NTB ini, menyuarakan soal pajak MBLB yang tidak sesuai regulasi.
“Kegiatan aksi damai pada hari ini berdasarkan aduan dari komunitas sopir Dam Truk, soal MBLB yang tarif pajaknya tidak sesuai dengan aturan daerah maupun Peraturan Bupati,” ucap Ketua aksi sekaligus ketua Gempar NTB, Suburman.
Dia menjelaskan, ada protes dari para supir Truk terhadap kebijakan penarikan pajak yang membebankan para sopir.
Sedang dalam aturan, para Sopir Dum Truk ini tidak diwajibkan membayar pajak MBLB, dimana yang memiliki kewajiban ada pada pelaku tambang.
Namun dalam prosesnya, selain pembayaran yang dilakukan oleh pihak tambang, para sopir ketika melintasi perbatasan juga dimintai sejumlah uang oleh petugas yang melakukan penjagaan di perbatasan tersebut.
“Nah ini yang dituntut sama teman-teman sopir supaya disesuaikan harga jangan ada lagi dibebankan pajak kepada sopir,” tegasnya.
Selain itu, saat proses pemeriksaan di Pos Jaga, sopir membawa kuasi dari pemilik tambang. Setelah diperiksa kembali, petugas memberikan alasan muatan Truk berlebihan.
Lebihnya muatan, sehingga dimintai pajak tambahan sebesar Rp72 ribu. Apabila tidak membayar, sopir diminta putar balik.
“Lebihnya muatan truk itu yang kita disuruh bayar, sedang dalam peraturannya sopir juga tidak boleh bayar di pos. Bahkan kalau yang tidak membayar bisa putar balik arah” jelasnya.
Untuk itu, massa aksi menuntut agar bisa dilakukan skema satu kali bayar, kendati sopir juga harus dikenakan pembayaran, yang dinginkan hanya Rp25 ribu untuk satu kali pengangkutan.
“Kita inginnya sekali bayar ya, itu pun harus ada penyesuaian ya. Ada penyesuaian harga,” harapnya.
Depan pendemo, Muksin menegaskan Bapenda saat ini berupaya merubah sistem berdasarkan regulasi. Kendati, selama ini sopir yang membayar pajak.
Sebab itu, sesuai Perda yang berlaku, Bapenda tidak boleh mengenakan pajak ke Sopir Dum Truk. Pajak MBLB dibebankan kepada pemilik Galian C.
“Apapun permasalahan uang pajak ini, lima rupiah pun sopir tidak boleh dikenakan. Kami intervensinya ke penambang,”tegas Muksin.
“Kalau ada keberatan soal pajak, itu urusan penambang dengan Bapenda,”tambahnya.
Ia pun meminta kesadaran para sopir untuk memahami bahawa MBLB merupakan barang wajib pajak. Sebab itu, sopir yang membawa MBLB ke luar daerah harus membawa lisensi pajak yaitu karcis, DO atau kuasi.
“Jadi bapak sopir, kalau tidak membawa karcis, kuasi atau DO mau tidak mau harus putar balik,”kata Muksin.
Soal pembayaran Rp72 ribu, yang di beratkan para sopir, Muksin mengatakan bagian dari sanksi karena menghindari pajak. “Itu berjalan sesaat saja,”imbuhnya.
Soal tarif Pajak MBLB, berdasarkan Perda terbaru Nomor 6 Tahun 2023 sama seperti Perda sebelumnya sebesar 9 ribu per kubikasi untuk pasir uruk, tidak ada kenaikan tarif.
Meski demikian, jumlah pembayaran pajak oleh penambang per Dum Truknya tergantung dari volume muatan. Standar muatan Dum Truk sebanyak empat kubik, namun dipaksakan hingga enam sampai delapan kubik.
Pada Pos penjagaan, petugas akan memeriksa kembali kebenaran kubikasi pada Dum Truk yang di kuasi. Apabila tidak sesuai jumlah kubikasi yang tertera pada Kuasi, maka petugas jaga yang akan merubahnya dan di bebankan ke pemilik tambang.
“Berapa kubik pun dimuat oleh Dum Truk, tetap dibebankan ke Perusahaan atau pemilik tambang,”jelas Muksin.***