LOMBOKINI.com – Plafon menggantung nyaris jatuh, kayu penopang lapuk, dan dinding penuh retakan. Dari kejauhan, sekolah satu atap SD–SMP Montong Gading tampak seperti bangunan tua yang menunggu ajal. Namun setiap pagi, suara riuh murid kembali memenuhi ruang darurat yang mereka gunakan bergantian.
Tawa anak-anak di sekolah satu atap itu masih terdengar. Sekitar 180 siswa tetap bersekolah, bergiliran memakai ruang darurat karena sebagian kelas sudah tak layak.
“Sudah bertahun-tahun kondisinya begini. Kemarin ada yang ambruk lagi, tinggal tunggu roboh semua,” ujar Zanwadi, penjaga sekolah yang juga membuka warung kecil di belakang bangunan, Rabu (24/9/2025).
Terlupakan di Tengah Harapan
Tiga tahun lalu, Gede Permana, polisi hutan BTNGR, kerap mampir ke warung Zanwadi saat bertugas. Dari sana ia melihat bangunan sekolah yang makin reyot.
“Sejak pertama kali ke sini kondisinya sudah tidak terpakai. Sekarang malah makin parah,” ujarnya.
Meski aktivitas belajar berisiko, anak-anak tetap rajin datang. Mereka berpindah ruangan, sebagian berjalan kaki jauh, sebagian lain menumpang kendaraan orangtua. Tidak ada yang mengeluh, meski mereka sadar sekolah mereka jauh berbeda dari yang lain.
Pada Agustus 2022, sejumlah ruang kelas dikosongkan setelah diterpa hujan deras dan angin kencang. “Penyebab robohnya waktu itu karena hujan angin atau lapuk dimakan usia,” cerita Zanwadi.
Kini, ruang darurat dipakai bergantian agar kegiatan belajar tetap berjalan.
Ratusan Sekolah Rusak di Lombok Timur
Kasus Montong Gading hanyalah bagian kecil dari masalah besar di Lombok Timur. Data Dinas Pendidikan NTB tahun ajaran 2022/2023 mencatat ada 607 ruang kelas rusak berat, 1.040 rusak sedang, dan 1.721 rusak ringan.
Selain itu, ada 135 gedung sekolah rusak parah. Pemkab Lombok Timur melalui APBD 2025 mengalokasikan Rp 16 miliar untuk merehabilitasi sekitar 60 sekolah rusak berat, dari total hampir 150 sekolah kritis.
Menunggu Perhatian Pemerintah
Bagi masyarakat Pancor Manis, sekolah ini bukan sekadar bangunan, melainkan jendela masa depan. Namun, hingga kini kondisinya luput dari perhatian serius.
“Ini semestinya jadi perhatian pemegang kebijakan. Anak-anak ini butuh tempat belajar yang aman dan layak,” harap Gede.
Sementara itu, di tengah retakan dinding dan atap lapuk, anak-anak Montong Gading tetap belajar. Mereka menunggu bukan hanya giliran memakai kelas, tetapi juga giliran diperhatikan oleh pemerintah. ***
Penulis : Harianto