Perjuangkan Nasib Dosen Perguruan Tinggi Swasta, TSB Gugat UU Dikti Ke MK

- Penulis Berita

Selasa, 26 September 2023 - 23:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dr. Teguh Satya Bhakti, SH,. MH. (TSB). Foto: Istimewa/Lombok ini.com

Dr. Teguh Satya Bhakti, SH,. MH. (TSB). Foto: Istimewa/Lombok ini.com

LOMBOKINI.com – Penghargaan dan penghasilan Dosen di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia sejauh ini belum setara. Ada kesan ketidakadilan, sementara profesi dosen sangat bernilai di dunia pendidikan tinggi.

Berangkat dari itu, salah seorang dosen kampus swasta, Dr. Teguh Satya Bhakti SH., MH., (TSB), menggugat Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) ke Mahkamah Konstitusi (MK), untuk  memperjuangkan nasib dosen Perguruan Tinggi Swasta agar disetarakan dengan dosen Perguruan Tinggi Negeri.

TSB yang juga mantan Hakim PTUN itu berharap agar gaji dosen bisa disamakan dan disetarakan, baik untuk gaji dosen PTS dan PTN.

Berkas gugatan diajukan TSB melalui Kuasa Hukumnya dari VST and Partners, pada Senin 25 September 2023, ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Hari ini kami dari VST and Partners selaku kuasa hukum dari Teguh Satya Bhakti, telah mendaftarkan secara online permohonan pengujian materiil atas Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 89 ayat (1) huruf b UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi ke Mahkamah Konstitusi,” kata kuasa hukum TSB, Viktor Santoso Tandiasa, SH., MH.

Selain Viktor Santoso , turut bertindak sebagai kuasa hukum pemohon dalam gugatan itu antara lain Harseto Setyadi Rajah, Rustina Haryati, dan Nur Rizqi Khafifah.

Viktor mengungkapkan, alasan TSB melakukan gugatan yudisial review UU Dikti ke MK, antara lain karena terjadinya perlakuan yang berbeda terhadap dalam lingkup profesi dosen.

Di mana sebagai dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS), pengaturan upah mengikuti besaran UMK dan UU Ketenagakerjaan. Hal itu berbeda-beda penetapan besaran gaji pokoknya di setiap daerah. Sementara terhadap dosen pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memiliki pengaturan terhadap besaran upah yang sama dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2019 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Artinya ada perlakuan yang tidak sama terhadap profesi dosen yang dialami oleh pemohon di mana sebagai dosen pada Perguruan Tinggi Swasta menjadi tidak ada jaminan terhadap besaran upah yang sama di setiap daerah karena terhadap dosen swasta tidak memiliki aturan yang seragam sebagaimana aturan terhadap dosen PNS pada Perguruan Tinggi Negeri sebagaimana diatur pada PP 15/2019,” kata Viktor.

Baca Juga :  Segala Kemungkinan Mungkin Terjadi Dalam Putusan MK

Viktor Santoso menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu bangsa. Karena pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan ini merupakan salah satu tujuan dan cita-cita dari bangsa Indonesia, yang telah tercantum dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945.

“Untuk mewujudkan dari cita-cita bangsa ini, maka pemerintah dapat menjalankannya dengan membuat peraturan untuk mengatur pengelolaan, penyelengaraan pendidikan, selain itu masyarakat juga mempunyai kewajiban yang dapat diterapkan melalui pendirian dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta,” kata Viktor.

Namun menurutnya, Pasal 70 ayat (3) UU 12/2012 yang menyebutkan bahwa Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan gaji pokok serta tunjangan kepada Dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Ketentuan ini tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum yang adil karena tidak dapat menjamin pemberian gaji pokok serta tunjangan oleh badan penyelenggara kepada dosen dan tenaga kependidikan dapat dipenuhi secara layak dan optimal,” urai Viktor Santoso.

Selain itu, Pasal 89 ayat (1) huruf b UU 12/2012 yang berbunyi bahwa Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk PTS, sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan.

Menurut Viktor, ketentuan dalam Pasal 89 ini juga tidak memberikan kepastian hukum yang adil atas terpenuhinya kesetaraan hak berupa gaji pokok bagi dosen dan tenaga kependidikan pada PTN dengan dosen dan tenaga kependidikan pada PTS.

Padahal menurut dia, beberapa peraturan tidak terlihat hal-hal yang membedakan antara PTN dan PTS, seperti dalam UU No 14 Tahun 2005 Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, UU Nomor 14 Tahun 2005 tidak membedakan definisi antara dosen pada PTN dengan dosen pada PTS.

Baca Juga :  Nahdlatul Wathan Gelar Muktamar dan Mukernas XV Sekaligus Peletakan Batu Pertama Kantor PBNW di IKN

Begitu pun dalam Pasal 72 UU No.12 Tahun 2012 tidak membedakan antara dosen PTN dengan dosen PTS dari segi jenjang akademik. Selain itu dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b UU 12/2012, penjelasannya juga tidak membedakan definisi antara tenaga kependidikan pada PTN dengan tenaga kependidikan pada PTS. Yaitu hanya menyebutkan ‘tenaga kependidikan’ adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan Tinggi antara lain, pustakawan, tenaga administrasi, laboran dan teknisi, serta pranata teknik informasi.

“Maka dapat dilihat bahwa tidak ada aturan yang membedakan antara PTN dengan PTS yang signifikan, namun perbedaan antara PTN dengan PTS hanya terlihat pada konteks pendirian dan/atau penyelenggaranya saja,” ungkap Viktor.

Maka antara PTN dan PTS seharusnya tidak mengeliminasi kewajiban negara (pemerintah) sebagai pemangku kewajiban dalam penyelenggaraan pendidikan yang diamanatkan oleh konstitusi.

Viktor mengungkapkan, saat ini Gaji Pokok serta Tunjangan kepada dosen PTS sebagai tenaga profesional dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia, tidak mencerminkan amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Karena itu, penggugat meminta MK menyatakan Pasal 70 ayat (3) UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Yang dananya bersumber dari dana Pendidikan Tinggi yang disubsidi oleh pemerintah kepada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat”.

“Menyatakan Pasal 89 ayat (1) huruf b UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa ‘sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan’ bertentangan dengan UU 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘sebagai bantuan biaya gaji pokok dosen, tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan’,” tegas Viktor Santoso. ***

Berita Terkait

Dikbud Lombok Timur Larang Acara Perpisahan, Bagi Melanggar Tanggung Akibatnya
Nahdlatul Wathan Gelar Muktamar dan Mukernas XV Sekaligus Peletakan Batu Pertama Kantor PBNW di IKN
Madrasah NBDI Sebuah Inspirasi untuk Emansipasi Perempuan
Segala Kemungkinan Mungkin Terjadi Dalam Putusan MK
IKPM Lotim di Yogyakarta Audiensi dengan PJ Bupati untuk Membahas Aspirasi Mahasiswa
Maraknya Kasus Bullying Lingkup Satuan Pendidikan di Lotim, Sekolah Disarankan Pasang CCTV
Waspada Penularan Penyakit HFMD dan DBD Pasca Libur Lebaran 2024
Kesal Lantaran Pokir dan Pesangon Idup Fitri, Dewan Ini Nekat Lempar Kaca Gedung DPRD

Berita Terkait

Rabu, 8 Mei 2024 - 19:44 WIB

Depan Pendemo, Kepala Bapenda Lombok Timur Tegaskan Pajak MBLB Dibebankan ke Pemilik Galian C

Selasa, 7 Mei 2024 - 11:39 WIB

Dikbud Lombok Timur Larang Acara Perpisahan, Bagi Melanggar Tanggung Akibatnya

Selasa, 7 Mei 2024 - 07:36 WIB

Syamsul Luthfi Optimis Mendapat Rekom Golkar

Senin, 6 Mei 2024 - 22:13 WIB

Bapenda Lombok Timur Pertegas Pajak MBLB Dibebankan ke Pemilik Galian C

Senin, 6 Mei 2024 - 17:05 WIB

Dinas Peternakan Lombok Timur Verifikasi Kelompok Ternak yang Mendapat Bantuan Pokir Dewan

Sabtu, 4 Mei 2024 - 21:32 WIB

PC Pemuda NWDI Masbagik Dukung Syamsul Luthfi Sebagai Calon Bupati Lombok Timur 2024

Sabtu, 4 Mei 2024 - 07:42 WIB

Mempererat Silaturahmi dan Membangun Masa Depan yang Cerah

Jumat, 3 Mei 2024 - 13:52 WIB

Paket Warisin-Edwin Optomis Dapat Rekom Lima Parpol di Pilkada Lombok Timur 2024

Berita Terbaru

HM. Syamsul Luthfi  resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon bupati Lombok Timur 2024 melalui DPD II Partai Golkar. (foto/www.lombokini.com)

Lombok Timur

Syamsul Luthfi Optimis Mendapat Rekom Golkar

Selasa, 7 Mei 2024 - 07:36 WIB